Essay Guru
Realita yang terpatri mengenai kondisi guru di tanah air disebabkan masih banyaknya perlakuan diskriminatif. Aspek imbalan jasa, baik materi maupun non materi, pun jauh dari kepuasan dan keadilan. Mayoritas honor guru PNS luar Jakarta, apalagi guru honor. Bahkan segelintir dari mereka (guru honor) hanya mendapatkan kurang dari Rp 500.000 per bulan. Mengenaskan memang. Belum lagi tempat mengajar yang (lagi) jauh di bawah standar kemanusiaan: kelas bocor, lantai pecah, ruang kelas roboh, kekurangan alat bantu, halaman sempit dan kotor.
Birokratisasi profesi guru di zaman Orde Baru senyatanya menghasilkan mayoritas guru bermental pegawai. Orientasi jabatan ini sangat kental melekat dalam diri para guru. Jabatan guru utama tidak lagi dilihat sebagai tujuan puncak karier yang harus diraih seorang guru, melainkan lebih pada jabatan kepala sekolah atau jabatan-jabatan birokrasi lainnya di dinas-dinas pendidikan maupun di departemen pendidikan. Semangat profesionalismenya luntur seiring terjadinya disorientasi jabatan ini.
Disorientasi jabatan tersebut pada akhirnya semakin memperkokoh kekuasaan birokrasi dengan menjadikan guru sebagai bagian dari pegawai-pegawai bawahan yang harus tunduk patuh pada perintah atasan. Guru yang berani mengkritik, apalagi memprotes tindakan atasan yang tidak benar, dengan mudah diperlakukan sewenang-wenang seperti diintimidasi, dimutasi, diturunkan pangkatnya atau bahkan dipecat dari pekerjaannya. Beberapa kasus penindasan terhadap guru di berbagai daerah menunjukkan begitu kuatnya proses birokratisasi profesi guru sampai saat ini. Padahal UU Guru dan Dosen juga memberikan perlindungan hukum kepada guru dari tindakan sewenang-wenang birokrasi, baik dalam bentuk ancaman maupun intimidasi atas kebebasan guru untuk menyampaikan pandangan profesinya, kebebasan berserikat/berorganisasi, keterlibatan dalam penentuan kebijakan pendidikan dan pembelaan hak-hak guru.
Padahal UU Guru dan Dosen juga memberikan perlindungan hukum kepada guru dari tindakan sewenang-wenang birokrasi, baik dalam bentuk ancaman maupun intimidasi atas kebebasan guru untuk menyampaikan pandangan profesinya, kebebasan berserikat/berorganisasi, keterlibatan dalam penentuan kebijakan pendidikan dan pembelaan hak-hak guru.
Lalu pada pasal 39 Ayat 3 menegaskan bahwa guru mendapat perlindungan hukum dari tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi atau perlakuan tidak adil dari pihak birokrasi atau pihak lain.
Klausul ini mempertegas hak guru untuk terlibat dalam setiap pengambilan kebijakan pendidikan, mulai dari tingkat sekolah sampai penentuan kebijakan pendidikan di tingkat provinsi maupun pemerintahan pusat. Guru tidak boleh lagi ditempatkan sebagai bawahan yang hanya menerima berbagai kebijakan birokrasi, tetapi harus duduk bersama untuk merumuskan kebijakan yang partisipatif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar